Aku rasa, aku sudah mulai gila.
Semenjak mulai bekerja di perusahaan ini, Life Talk Asia, aku hampir ga bisa berhenti berpikir serius mengenai this thing called LIFE. Setiap detik, setiap menit, sekelibat pertanyaan berat selalu melintas di pikiranku seperti:
Ya, semenjak aku jadi mentor di tempat ini, hidupku tidak pernah sama lagi.
Senang? Anehnya ya. Serius. Di sini aku dituntut untuk bisa membimbing anak-anak remaja untuk bukan hanya berubah menjadi lebih baik, tetapi berubah dan menjadi inspirasi. Di sini aku dituntut untuk mengajar mereka, membimbing mereka, memberikan diri -waktu, tenaga- bagi mereka.
Ya, mungkin aku sudah gila.
Aku teringat aku yang dulu. Aku tidak suka anak kecil, menurutku anak kecil hanya menyusahkan saja. Aku ga pernah pengen punya adek, mungkin karena aku anak bungsu ya jadi udah enak aja rasanya hahaha. Dan dari semua pekerjaan yang aku tahu, aku paling gak mau jadi guru. Why? Males, apalagi karena aku sadar tanggung jawab moral guru itu tinggi, gak cuma sekedar buat murid-muridnya ngerti, tapi harus ngurusin mereka secara pribadi juga. Dan aku paling gak mau jadi pembicara. WHY? Karena aku merasa gak ada bakat aja di situ. Aku gak suka berada di depan umum, berbicara kepada orang-orang, dan mendapatkan perhatian dari orang-orang. Aku gak suka di judge. Aku mau duduk aja. Aku mau jadi background aja.
Tapi kenyataannya?
Sejak hari itu, di bulan-bulan akhir tahun 2014, aku mulai mempertanyakan situasiku. Dari awal kuliah aku sudah memiliki rencana yang sederhana dan pasti, yaitu mengambil S2 Psikologi agar mendapatkan gelar, menikah dengan pacarku, melayani di gereja sebagai singer dan bekerja sebagai Konselor. Dari dulu aku sudah memantapkan diri untuk mengambil rencana ini dan aku sadar gampang sekali untuk mengambil step ini. Karena uang utk kuliah juga sudah ada, aku memiliki passion di Psikologi jadi menjalankannya pun pasti tidak akan sesusah itu, aku dan Gby memang sudah lama mempertimbangkan untuk membangun keluarga bersama, jadi sebenarnya semua tinggal tancap gas aja. Aku bisa saja bermain aman dan di saat yang sama juga melakukan pekerjaan yang baik.
Hidupku sempurna.
Sampai akhirnya suatu hari aku bernostalgia, dan mengingat betapa Tuhan udah baik banget sama aku. Aku punya banyak masalah di masa muda ku tapi penyertaan dan pemeliharaan Tuhan selalu nyata di hidupku. Aku bersyukur bisa hidup di keluarga yang utuh, dan aku tidak pernah berkekurangan tetapi juga ditanamkan nilai-nilai yang baik agar rendah hati. Di dalam masa mudaku, aku juga seringkali menyakiti dan disakiti oleh orang lain, tapi Tuhan banyak mengajar aku melalui masalah-masalah tersebut. Aku ga pernah merasa benar-benar terjatuh. Tuhan selalu mengangkatku.
Saat itulah, satu pertanyaan muncul di pikiranku,
Aku melihat kembali rencana-rencanaku. Rencana yang sudah tertata rapi. Rencana yang sudah pasti itu. Rencana yang baik. Tapi aman. Rencana yang berpusat kepada diri sendiri, kenyamanan pribadi. Sementara aku tahu yang Tuhan mau, aku tahu Tuhan menginginkan lebih. Tuhan ingin sesuatu yang melibatkan lebih banyak pengorbanan, rencana yang self-less. Aku tidak ingin memberikan Tuhan sesuatu yang aku tahu pasti gampang untuk kuraih, aku ingin memberikan lebih. I want to show Him my love by giving Him something worthful.
Saat itulah, aku memutuskan untuk memberikan diri untuk pelayanan. Aku mencoret semua rencanaku yang pernah kutata. Aku menunda kuliahku dan mengambil tekad untuk melayani. Although aku gak tahu maksud pelayanannya seperti apa, aku cuma berharap Tuhan membukakan jalan yang tepat buatku. And He did!
Karena setelah itu aku dipertemukan pada Life Talk Asia, dan sejak saat itu hari-hari kulalui dengan melayani anak-anak muda, membawa mereka kepada jalan kebenaran.
Hidupku tidak pernah sama lagi.
Aku yang dulu, paling malas sama yang namanya komunitas, sekarang aku memiliki komunitas rohani di tempat kerjaku, setiap minggu kami akan berkumpul dan mengadakan fellowship untuk memulai tiap minggu. Aku yang dulu penuh rasa takut ketika berbicara di depan umum, sekarang berani untuk maju dan mengajar. Aku yang dulu tidak ingin memiliki adik bahkan satu saja, sekarang memiliki banyak sekali adik-adik yang kukenal secara mendalam. Aku yang selalu lebih prefer untuk diajak berbicara duluan, sekarang menjadi pribadi yang lebih ramah, hangat kepada orang-orang yang bahkan baru saja aku kenal.
Hidupku benar-benar berubah. Dan jujur aku tidak menyangka. Aku kira dalam pelayanan ini hanya akan ada banyak sekali rasa sakit dan yang harus aku lakukan adalah endure semua rasa sakit. Dan memang banyak sekali ups and downs yang kualami di tempat ini. Tapi aku tidak menyangka aku pun mendapat banyak sekali imbas yang baik dari melayani. Padahal awalnya aku berpikir, sudah saatnya aku memberi, tetapi kenyataannya Tuhan malah memberikan lebih banyak lagi dalam hidupku. Sungguh Tuhan sangat baik!
Terkadang saat aku merasa lelah dengan pekerjaanku, aku mulai memvisualisasikan diri berada di sebuah kantor seperti tempat aku magang dulu. Ingin rasanya aku menjalankan pekerjaanku dengan langkah yang lebih santai: pulang tepat waktu, mengerjakan pekerjaan yang sama setiap hari dan sudah pasti mencapai deadline, melakukan rutinitas, kalau udah siap kerja bisa nganggur-nganggur sampe jam pulang. Tapi dalam hati aku sadar, aku gak akan pernah bisa sebahagia ini kalau aku mengambil kerja yang seperti itu. Aku tidak bisa merasa seberharga ini jika aku memilih untuk berjalan di jalur yang aman.
Aku bahagia.
Aku bersyukur.
Aku beryukur Tuhan tidak pernah membiarkan aku berada di zona nyamanku terlalu lama.
He would never let me settle for an "OK".
Cause at the end of the day, when I would always say to myself, "I lived a good life."
He would whisper to me softly, "I want you to have better."
Semenjak mulai bekerja di perusahaan ini, Life Talk Asia, aku hampir ga bisa berhenti berpikir serius mengenai this thing called LIFE. Setiap detik, setiap menit, sekelibat pertanyaan berat selalu melintas di pikiranku seperti:
"Gimana caranya aku bisa mengubah hidup mentee?"
"Gimana caranya untuk mengubah mindset negatif orang tua terhadap anaknya?"
"Gimana caranya aku bisa memulihkan hubungan keluarga mereka?
"Apa yang harus aku lakukan untuk bisa lebih peka sama suara Tuhan?"
"Apa yang aku lakukan untuk menjadi kesaksian hidup bagi mentee-ku dan gak cuma omdo?"
"Perkataan apa yang bisa membantu aku supaya bisa membangun mentee-ku?"
"Apa yang harus aku lakukan untuk membangun keluargaku ke level yang lebih tinggi?"
"Apa yang harus aku lakukan untuk dapat membawa keluargaku pada kemenangan dan menuai banyak success story?"
"Apa yang harus aku lakukan hari ini yang bisa memberkati orang yang melihatku?"
Ya, semenjak aku jadi mentor di tempat ini, hidupku tidak pernah sama lagi.
Senang? Anehnya ya. Serius. Di sini aku dituntut untuk bisa membimbing anak-anak remaja untuk bukan hanya berubah menjadi lebih baik, tetapi berubah dan menjadi inspirasi. Di sini aku dituntut untuk mengajar mereka, membimbing mereka, memberikan diri -waktu, tenaga- bagi mereka.
Ya, mungkin aku sudah gila.
Aku teringat aku yang dulu. Aku tidak suka anak kecil, menurutku anak kecil hanya menyusahkan saja. Aku ga pernah pengen punya adek, mungkin karena aku anak bungsu ya jadi udah enak aja rasanya hahaha. Dan dari semua pekerjaan yang aku tahu, aku paling gak mau jadi guru. Why? Males, apalagi karena aku sadar tanggung jawab moral guru itu tinggi, gak cuma sekedar buat murid-muridnya ngerti, tapi harus ngurusin mereka secara pribadi juga. Dan aku paling gak mau jadi pembicara. WHY? Karena aku merasa gak ada bakat aja di situ. Aku gak suka berada di depan umum, berbicara kepada orang-orang, dan mendapatkan perhatian dari orang-orang. Aku gak suka di judge. Aku mau duduk aja. Aku mau jadi background aja.
Tapi kenyataannya?
Sejak hari itu, di bulan-bulan akhir tahun 2014, aku mulai mempertanyakan situasiku. Dari awal kuliah aku sudah memiliki rencana yang sederhana dan pasti, yaitu mengambil S2 Psikologi agar mendapatkan gelar, menikah dengan pacarku, melayani di gereja sebagai singer dan bekerja sebagai Konselor. Dari dulu aku sudah memantapkan diri untuk mengambil rencana ini dan aku sadar gampang sekali untuk mengambil step ini. Karena uang utk kuliah juga sudah ada, aku memiliki passion di Psikologi jadi menjalankannya pun pasti tidak akan sesusah itu, aku dan Gby memang sudah lama mempertimbangkan untuk membangun keluarga bersama, jadi sebenarnya semua tinggal tancap gas aja. Aku bisa saja bermain aman dan di saat yang sama juga melakukan pekerjaan yang baik.
Hidupku sempurna.
Sampai akhirnya suatu hari aku bernostalgia, dan mengingat betapa Tuhan udah baik banget sama aku. Aku punya banyak masalah di masa muda ku tapi penyertaan dan pemeliharaan Tuhan selalu nyata di hidupku. Aku bersyukur bisa hidup di keluarga yang utuh, dan aku tidak pernah berkekurangan tetapi juga ditanamkan nilai-nilai yang baik agar rendah hati. Di dalam masa mudaku, aku juga seringkali menyakiti dan disakiti oleh orang lain, tapi Tuhan banyak mengajar aku melalui masalah-masalah tersebut. Aku ga pernah merasa benar-benar terjatuh. Tuhan selalu mengangkatku.
Saat itulah, satu pertanyaan muncul di pikiranku,
"Tapi apa yang sudah aku lakukan buat menunjukkan rasa syukurku kepada Tuhan? Isn't it time for me to give back?"
Aku melihat kembali rencana-rencanaku. Rencana yang sudah tertata rapi. Rencana yang sudah pasti itu. Rencana yang baik. Tapi aman. Rencana yang berpusat kepada diri sendiri, kenyamanan pribadi. Sementara aku tahu yang Tuhan mau, aku tahu Tuhan menginginkan lebih. Tuhan ingin sesuatu yang melibatkan lebih banyak pengorbanan, rencana yang self-less. Aku tidak ingin memberikan Tuhan sesuatu yang aku tahu pasti gampang untuk kuraih, aku ingin memberikan lebih. I want to show Him my love by giving Him something worthful.
Saat itulah, aku memutuskan untuk memberikan diri untuk pelayanan. Aku mencoret semua rencanaku yang pernah kutata. Aku menunda kuliahku dan mengambil tekad untuk melayani. Although aku gak tahu maksud pelayanannya seperti apa, aku cuma berharap Tuhan membukakan jalan yang tepat buatku. And He did!
Karena setelah itu aku dipertemukan pada Life Talk Asia, dan sejak saat itu hari-hari kulalui dengan melayani anak-anak muda, membawa mereka kepada jalan kebenaran.
Hidupku tidak pernah sama lagi.
Aku yang dulu, paling malas sama yang namanya komunitas, sekarang aku memiliki komunitas rohani di tempat kerjaku, setiap minggu kami akan berkumpul dan mengadakan fellowship untuk memulai tiap minggu. Aku yang dulu penuh rasa takut ketika berbicara di depan umum, sekarang berani untuk maju dan mengajar. Aku yang dulu tidak ingin memiliki adik bahkan satu saja, sekarang memiliki banyak sekali adik-adik yang kukenal secara mendalam. Aku yang selalu lebih prefer untuk diajak berbicara duluan, sekarang menjadi pribadi yang lebih ramah, hangat kepada orang-orang yang bahkan baru saja aku kenal.
Hidupku benar-benar berubah. Dan jujur aku tidak menyangka. Aku kira dalam pelayanan ini hanya akan ada banyak sekali rasa sakit dan yang harus aku lakukan adalah endure semua rasa sakit. Dan memang banyak sekali ups and downs yang kualami di tempat ini. Tapi aku tidak menyangka aku pun mendapat banyak sekali imbas yang baik dari melayani. Padahal awalnya aku berpikir, sudah saatnya aku memberi, tetapi kenyataannya Tuhan malah memberikan lebih banyak lagi dalam hidupku. Sungguh Tuhan sangat baik!
Terkadang saat aku merasa lelah dengan pekerjaanku, aku mulai memvisualisasikan diri berada di sebuah kantor seperti tempat aku magang dulu. Ingin rasanya aku menjalankan pekerjaanku dengan langkah yang lebih santai: pulang tepat waktu, mengerjakan pekerjaan yang sama setiap hari dan sudah pasti mencapai deadline, melakukan rutinitas, kalau udah siap kerja bisa nganggur-nganggur sampe jam pulang. Tapi dalam hati aku sadar, aku gak akan pernah bisa sebahagia ini kalau aku mengambil kerja yang seperti itu. Aku tidak bisa merasa seberharga ini jika aku memilih untuk berjalan di jalur yang aman.
Aku bahagia.
Aku bersyukur.
Aku beryukur Tuhan tidak pernah membiarkan aku berada di zona nyamanku terlalu lama.
He would never let me settle for an "OK".
Cause at the end of the day, when I would always say to myself, "I lived a good life."
He would whisper to me softly, "I want you to have better."